hari kartini

Jelang Hari Kartini tahun 2021, genap sudah 142 tahun sejak kelahiran Ibu Kita Kartini. 

Kehadirannya menjadi pondasi kesetaraan gender di Indonesia, terutama di bidang pendidikan. Jatuh setiap tahunnya pada tanggal 21 April, ada sejarah yang panjang dan rumit untuk melatarbelakangi perjuangan Raden Adjeng Kartini.

Jadi, bagaimana sih kisah RA Kartini? Yuk, simak dulu ceritanya!

 

Biografi RA Kartini

Kartini, atau biasa dikenal dengan RA Kartini atau Ibu Kita Kartini, adalah perintis dan pondasi dari pendidikan perempuan di Indonesia, terutama untuk pribumi. Tanpa adanya Kartini, perempuan tidak akan bisa mendapatkan hak pendidikan setinggi sekarang ini.

Beliau lahir di Jepara pada tahun 1879, pada tanggal 21 April. 

Berada di dalam kalangan bangsawan, ayahnya adalah bupati Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat dan ibunya adalah MA Ngasirah. Keluarganya merupakan keluarga bupati pertama yang diberikan pendidikan Barat, sesuai keinginan kakeknya yaitu Pangeran Ario Tjondronegoro IV. Hingga berumur 12 tahun, Kartini disekolahkan di Europese Lagere School, di mana Kartini menguasai bahasa Belanda. 

Namun ketika menginjak usia remaja, Kartini berhenti sekolah karena harus melewati masa pingitan untuk dinikahkan. Selama masa pingitan ini, Kartini menjalani pelatihan untuk mengurus rumah tangga, mempersiapkan dirinya menjadi istri. Di sela waktu luangnya, Kartini gemar membaca, mulai dari koran harian De Locomotief yang diterbitkan di Semarang, majalah budaya, hingga majalah wanita. Semuanya rata-rata diterbitkan dalam bahasa Belanda. 

Kartini pun mulai menulis artikel yang beliau kirimkan ke surat kabar Belanda. Menginjak usia 14 tahun, karya tulisan Kartini berjudul “Upacara Perkawinan pada Suku Koja” dimuat dalam surat kabar Belanda yaitu Holandsche Lelie.

Dalam masa pingitannya, Kartini juga sempat mengirimkan surat-surat mengenai masalah feodalisme di Indonesia, perjodohan paksa bagi perempuan Jawa, poligami, serta betapa kurangnya pendidikan bagi perempuan-perempuan di Indonesia.

Selain menulis artikel, Kartini juga mempunyai sahabat pena dari Belanda. Salah satunya adalah pasangan Jacques Henrij Abendanon dan Rosa Manuela Abendanon, serta Estelle Zeehandelaar. Sahabat-sahabat penanya ini sangat mendukung Kartini dalam pergerakan kesetaraan pendidikan bagi perempuan Jawa di Indonesia.

Kartini kemudian dinikahkan oleh orangtuanya dengan KRM Adipati Ario Djojo Adhiningrat. Beliau adalah bupati Rembang yang beristri tiga. Namun, beliau juga mengizinkan dan mendukung Kartini dalam mendirikan sekolah bagi wanita. 

Setelah menikah, Kartini pun mendirikan sekolah khusus wanita di dekat kantor bupati Rembang dan mewujudkan mimpinya. Dia juga dapat memiliki keleluasaan lebih untuk belajar melalui kehidupan dan pekerjaan suaminya sebagai bupati.

Sayangnya, Kartini meninggal muda, yaitu di usia 25 tahun. Beliau meninggal setelah melahirkan Soesalit Djojoadhiningrat pada tahun 1904.

 

Peninggalan RA Kartini untuk Pendidikan Perempuan

Jacques Henrij Abendanon, salah satu sahabat pena Kartini, adalah Menteri Kebudayaan Agama dan Kerajinan Hindia Belanda yang sedang menjabat di tahun yang sama ketika Kartini meninggal dunia. 

Sepeninggalan Kartini, Jacques bersama istrinya Rosa mengumpulkan surat-surat pengiriman Kartini kepada sahabat-sahabat penanya yang berada di Eropa dan menerbitkan buku. Buku ini diterbitkan pada tahun 1911 dan diberi judul Door Duisternis tot Licht (“Dari Kegelapan Menuju Cahaya”). 

Buku ini menarik perhatian banyak orang Belanda, karena memberikan pandangan baru tentang perempuan-perempuan Jawa. Seorang tokoh politik balas budi, yaitu Van Deventer, merasa tergerak atas cita-cita Kartini.

Merasa bahwa dirinya mempunyai visi yang sama dengan Kartini, yaitu memperbaiki kesejahteraan orang-orang pribumi di zaman itu dan kesetaraan hak mereka, Van Deventer mendirikan banyak sekolah untuk wanita pribumi.

Dia dan istrinya mulai membangun Yayasan Kartini. Sekolah pertama dibangun di Semarang pada tahun 1912. Kemudian diikuti dengan Surabaya, Cirebon, Jogja, Madium, Malang, dan berbagai wilayah lainnya di Indonesia.

Van Deventer meninggal di tahun 1915. Peninggalan Yayasan Kartini kemudian dilanjutkan oleh istrinya Nyonya Deventer. Beliau mengurus Yayasan Kartini hingga menaungi ribuan murid perempuan.

Pada tahun 1922, Balai Pustaka juga menerbitkan buku Door Duisternis tot Licht dalam bahasa Melayu. Buku ini berjudul Habis Gelap Terbitlah Terang: Boeah Pikiran. Selain itu, kumpulan surat Kartini ini juga pernah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Agnes L. Symmers.

 

Sejarah Hari Kartini

Hari Kartini diabadikan sesuai tanggal kelahiran Kartini, yaitu di tanggal 21 April. Hari ini ditetapkan sebagai salah satu hari nasional resmi di Indonesia oleh Bung Karno, presiden pertama Indonesia, melalui Kepres RI no 108 tahun 1964. Dalam Kepres RI tersebut, nama Kartini juga disemat sebagai Pahlawan Kemerdekaan Indonesia.

Atas jasanya dalam perjuangan kesetaraan gender, nama Kartini terus dikenang dan diabadikan di Indonesia dan juga Belanda. Berbagai jalan di Ultrech, Haarlem, Bilmer, dan Venlo di Belanda, serta Jakarta Pusat di Indonesia, mengadopsi nama Raden Ajeng Kartini (atau Kartinistraat di Belanda).

 

Mengapa Hari Kartini Perlu Diperingati?

Tanpa hasil perjuangan dan kerja keras Kartini, kaum perempuan di era modern tidak akan mempunyai kesempatan untuk bisa setara dengan laki-laki, terutama dalam bidang pendidikan.

Bayangkan bila tidak ada Kartini, mungkin ibu, saudara perempuan, teman perempuan, istri, dan bahkan anak perempuan kamu tidak akan bisa sekolah hingga SMA atau bahkan menempuh S1. Indonesia akan kehilangan 50% pekerjanya dan ekonomi tidak akan sebagus sekarang.

Lebih pentingnya lagi, perjuangan Kartini seharusnya bisa memotivasi kita yang hidup di era modern. Bagi perempuan, syukuri pendidikan yang bisa kamu jalani sekarang dan manfaatkan sebaik mungkin. Bagi semua orang, ingat bahwa kesetaraan pendidikan masih jauh dari selesai. Nyatanya, banyak orang Indonesia yang masih sulit mendapatkan pendidikan karena kurangnya akses atau mahalnya biaya pendidikan. Jangan lupa bahwa kita juga harus melakukan bagian kita untuk mencapai kesetaraan pendidikan.

Untuk mengenal Kartini lebih lagi, cek artikel kita mengenai quotes Kartini.